Pengertian
Studi Islam
Studi
Islam di dunia Barat dikenal dengan nama Islamic Studies dan di dunia
Timur dikenal dengan sebutan Dirasah Islamiyah, secara sederhana dapat
dikatakan sebagai usaha untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan agama
Islam. (Muhaimin: 1994: 11). M. Deden Ridwan – mengutip pendapatan Jacques
Waardenburg- mengemukakan bahwa Studi Islam dapat pula diartikan suatu studi
mengenai Islam sebagai agama dan tentang aspek-aspek keislaman dari kebudayaan
masyarakat Muslim. (Deden : 2001 : 10).
Berdasarkan
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Studi Islam adalah pengkajian
tentang ilmu-ilmu keislaman, adapun yang dimaksud ilmu-ilmu keislaman adalah
pengkajian yang tidak hanya kepada aspek-aspek normative dan dogmatis, tetapi
juga pengkajian yang menyangkut aspek sosiologis.[1]
Sistem
Studi Islam Di Indonesia
Sistem studi
Islam di Indonesia terbagi menjadi 4 bagian, yaitu:
1.
Sistem
langgar
2.
Sistem
pesantren
3.
Sistem
pendidikan di kerajaan-kerajaan Islam
4.
Sistem
klas[2]
Maksud
pendidikan dengan system langgar adalah pendidikan yang dijalankan di langgar,
atau surau, atau mesjid, atau di rumah guru. Kurikulumnyapun bersifat
elementer, yakni mempelajari abjad huruf Arab. Dengan system ini dikelola oleh’alim,
mudin, lebai. Mereka ini umumnya berfungsi sebagai guru agama atau sekaligus
menjadi tukang baca do’a.[3]
Di mesjid atau di langar mereka, guru dan murid-murid duduk bersila atau tanpa
bangku. Umumnya kurikulum system langgar adalah pada tingkat awalnya hanya
untuk menegnal huruf abjad Arab. Kemudian pada tingkat selanjutnya diajarkan
lagu-lagu qasidah; berjanji, tajuwid, mengaji kitab Farukunan.
Pengajaran
dengan sistem langgar ini dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan cara
sorongan, yakni seorang murid berhadapan secara langsung dengan guru, bersifat
perorangan. Kedua, adalah dengan cara halaqah, yakni guru dikelilingi oleh
murid-murid.
Adapun
system pendidikan dengan pesantren atau dapat diindetikkan dengan huttab,
dimana seorang kiyai mengajari santri dengan sarana mesjid sebagai tempat
pengajaran / pendidikan, dan didukung oleh pondok sebagai tempat tinggal
santri. Di pesantren juga berjalan dua cara yakni sorongan dan halaqah. Hanya
saja sorongan di pesantren biasanya dengan cara si santri yang membaca kitab,
sementara kiyai mendengar, sekaligus mengoreksi kalau ada kesalahan.
Sistem
pengajaran berikutnya adalah pendidikan di kerajaan-kerajaan Islam, yang
dimulai, pertama dari kerajaan Samudera Pasai di Aceh, kerajaan yang
didirikan Malik Ibrahim bin Mahdun berdiri pada abad 10 M. Adapun materi yang
di ajarkan di majlis Ta’lim dan halaqah di kerajaan pasai adalah fiqh mazhab
al-shafi’i. Dari sisi kelembagaan adalah informal. Tokoh pemerintah merangkap
tokoh agama dan biaya pendidikan pun juga bersumber dari negara.
Kedua,
kerajaan Perlak di selat Malaka. Di kerajaan ini ada lembaga pendidikan berupa
Majlis Ta’lim Tinggi yang dihadiri oleh murid khusus yang sudah alim dan
mendalam ilmunya. Kitab yang dibaca pun kitab kualitas tinggi, al-Umm, kitab
fiqh karangan imam al-Shafi’i.
Ketiga,
kerajaan Aceh Darussalam (1511-1874 M), kerajaan yang berdiri 12 Zulkaedah 916
H (1511M), dan mengatakan perang terhadap buta huruf dan buta ilmu. Di kerajan
ini ada lembaga-lembaga Negara yang berfungsi di bidang pendidikan, yakni:
1.
Balai
Seutia Huhama. Lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpul ulama, ahli piker dan
intelektual / cendikiawan membahasa ilmu pengetahuan.
2.
Balai
Seutia Ulama. Jawatan pendidikan.
3.
Balai
Jama’ah Himpunan Ulama.
a)
Meunasah
(Madrasah), ada di setiap kampong.
b)
Rangkang
(Tsanawiyah).
c)
Dayah,
ada disetiap daerahUlebalang, dan setingkat Aliyah
d)
Dayah
Teuku Cik, kira-kira sama dengan tinggkat pendidikan tinggi (PT).
Keempat,
karajaan Demak, di mana di tempat-tempat ramai (central / pusat) didirikan
mesjid untuk tempat belajar.
Kelima,
kerajaan Islam Mataram (1575-1757), di mana hamper di setiap desa didirikan
tempat belajar al-Qur’an. Demikian pula di daerah kabupaten didirikan
pesantren.
Keenam,
kerajaan Islam di Banjarmasin, Kalimantan, lahir ulama besar dan terkenal,
Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Setelah pulang dari Makkah untuk belajar, al-Banjari
mendirikan pesantren di kampung Dalam Pagar. Sistem pendidikan adalah sama
dengan sistem madrasah di Jawa.
Kemudian
mulai akhir abad ke 19, perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, mulai lahir
sekolah model Belanda; sekolah Eropa, sekolah Vernahuler. Sekolah Eropa khusus
bagi ningrat Belanda, sekolah Vernahuler khusus bagi warga negara Belanda. DI
samping itu ada sekolah pribumi yang mempunyai system yang sama dengan
sekolah-sekolah Belanda tersebut, seperti sekolah taman siswa.
Kemudian
dasawarsa kedua abad ke 20 muncul madrasah dan sekolah-sekolah model Belanda
oleh organisasi Islam, seperti Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Jama’at al-Khair,
dan lain-lain.
Tahun
1901 orang-orang Arab yang tinggal di Jakrta mendirikan madrasah, tetapi belum
berhasil. Kemudian tahun 1905, dengan Jami’at al-Khoir berhasil mendirikan
madrasah dengan kurikulum mengajarkan pengetahuan umum dan agama. Kemudian
Mamba’u al-‘Ulum didirikan tahun 1906 oleh Susuhunan Pakubuwono, madrasah
digabung dengan masjid. Kemudian sekolah Adabiyah oleh Abdullah Ahmad di Padang
Panjang, berdiri tahun 1907, dan menggunakan system kelas secara konsisten.
Berikutnya, Zainuddin Labai al-Junusi pada tahun 1915 membuka sekolah Guru
Diniyah dengan sitem kelas dan menggunakan kurikulum mencakup pengetahuan umum,
bahasa, matematika, sejarah dan ilmu bumi.
Kemudian
pada tahun 1916, Nahdatul Ulama membuka madrasah salafiyah di Tebuereng, yang
dalam kurikulumnya memasukkan pelajaran baca tulis huruf latin. Pada tahun 1923
ada empat (4) sekolah Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta, dan di Jakarta
berdiri sekolah HIS (Hollands Inlands School).
Kemudian
pada level perguruan tinggi dapat digambarkan, bahwa berdirinya perguruan
tinggi Islam tidak dapat dilepaskan dari adanya keinginan umat Islam Indonesia
untuk memiliki lembaga pendidikan tinggi Islam sejak jaman colonial. Untuk
mewujudkan keinginan tersebut, pada bulan April 1945 diadakan pertemuan antara
berbagai tokoh organisasi Islam, ulama dan cendikiawan. Dalam pertemuan itu
dibentuklah panitia Perencanaan Sekolah Tinggi Islam yang diketuai oleh Drs.
Moh. Hatta dengan anggota-anggota antara lain : KH. Mas Mansur, KH.A Muzakkir,
KH. R.F. Kafrawi dan lain-lain. Setelah persiapan cukup, pada tanggal 8 Juli
1945 atu tanggal 27 Rajab 1364 H, bertepatan dengan hari Isra’ dan Mi’raj
diadakan upacara pembukaan resmi Sekolah Tinggi Islam (STI) di Jakarta.
Setelah
roklamasi dan ibu kota Republik Indonesia pindah ke Yogyakarta, STI juga hijrah
ke kota tersebut dan berubah namanya menjadi Universitas Islam Indonesa (UII)
dengan empat fakultas, yaitu : Agama, Hukum, Ekonomi, dan Pendidikan. Fakulatas
Agama UII ini kemudian dibegerikan dan menjelma menjadi Perguruan Tinggi Agama
Islam Negeri (PTAIN) yang diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun1950
dan pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan No. K/I/14641 Tahun 1951 (Agama) dan No.
28665/Kab. Tahun 1951 (pendidikan) tanggal 1-9-1951.
PTAIN
membuka tiga jurusan, yaitu Jurusan Qadla, Tarbiyahdan Dakwah. Setelah PTAIN
berjalan kira-kira sembilan tahun yang waktu itu Ketua Fakultasnya adalah Prof.
Muhtar Yahya yang dirasakan tidak mungkin mempertahankan hanya satu fakultas.
Dengan alasan, karena demikian luasnya ilmu pengetahuan keagamaa Islam. Maka
pada tahun 1960 PTAIN dilebur dan digabungkan dengan Akademi DInas Ilmu Agama
(ADIA) milik Departemen Agama yang didirikan di Jakarta dengan Penetapan
Menteri Agama No. 1 tahun 1957. Penggabungan Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
dengan peraturan presiden RI Nomor 11 tahun 1960 dan Penetapan Menteri Agama
No. 43 tahun 1960 tentang penyelenggaraan IAIN. Maka IAIN al-Jami’ah
al-Islamiyah al-Hukumiyah diresmikan berdirinya oleh Menteri Agama RI pada
tanggal 2 Rabi’ul Awwal 1380 H bertepatan dengan tanggal 28 Agustus 1960
berdasarkan PP. No. 11 tahun 1960 tanggal 9 Mei 1960. IAIN tersebut merupakan
penggabungan antara PTAIN di Yogyakarta dan ADIA di Jakarta.
Melihat
perkembangan IAIN yang pesat yang ditandainya dengan banyaknya berdiri
fakultas-fakultas cabang di daerah-daerah menunjukkan besarnya minat masuk
IAIN. Kondisi ini melatarbelakangi didirikannya IAIN yang terpisah dari pusat.
Dari sisi waktu berdirinya IAIN dapat digambarkan berikut:
1.
IAIN
Ar-Raniry Banda Aceh tanggal 5 Oktober 1963
2.
IAIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tanggal 5 Desember 1963
3.
IAIN
Raden Fatah Palembang tanggal 22 Oktober 1964
4.
IAIN
Antasari Kalimantan Selatan tanggal 22 Nopember 1964
5.
IAIN
Sunan Ampel Surabaya tanggal 6 Juli 1965
6.
IAIN
Alauddin Ujung Pandang tanggal 28 Oktober 1965
7.
IAIN
Imam Bonjol Padang tanggal 21 Nopember 1966
8.
IAIN
Sultan Taha Saefuddin Jambi tahun 1967
Kemudian
yang dulunya fakultas-fakultas yang merupakan cabang, dipromosikan menjadi IAIN
baru. Termasuk kategori ini adalah:
1.
IAIN
Sunan Gunung Djati Bandung pada tanggal 28 Maret 1968
2.
IAIN
Raden Intan Lampung pada tanggal 28 Oktober 1968
3.
IAIN
Walisongo Semarang pada tanggal 1 April 1970
4.
IAIN
Sumatera Utara di Medan pada tanggal 19 Nopember 1973
Di
samping 14 IAIN tersebut di atas, sejak tahun 1997, berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Agama RI. Dr. Tarmizi Taher, berdiri 36 STAIN (Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri) di daerah-daerah.
Kemudian
sejak tahun 2002 ada perkembangan dan perubahan lagi di tubuh perguruan tinggi
Islam, yakni sejumlah IAIN dan satu STAIN berubah menjadi UIN dan sejumlah
STAIN berubah menjadi IAIN. IAIN dan STAIN yang berubah Menjadi UIN yaitu:
1.
IAIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
2.
IAIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta
3.
STAIN
Malang
4.
IAIN
Gunung Djati Bandung
5.
IAIN
Alauddin Makasar
6.
IAIN
Sultas Syarif Qosim Pakanbaru.
Sementara STAIN
yang berubah menjadi IAIN yaitu:
1.
STAIN
Serang
2.
STAIN
Mataram
3.
STAIN
Ambon
Ketika
Meteri Agama dijabat Munawwir Sdjali, ada dua program untuk meningkatkan
pendidikan, yakni di tingkat SLTA dicetuskan program MAN-PK (Madrasah ALiyah
Negeri Program Khusus), sementara untuk tingkat perguruan tinggi ada program
Pembibitan Dosen.
Sementara
Menag RI dijabat Maftuh Basuni, mulai tahun2007 disediakan beasswa bagi
guru-guru di sekolah-sekolah yang ada di bawah Departemen Agama untuk mengambil
program S2. Demikian pula bagi guru bidang studi matematika, kimia, fisika dan
biologi disekolahkan ke UI, IPB, ITB, UPI, UGM,ITS dan UN Malang.
Sementara
guru bahasa Arab dan agama akan disekolahkan ke UIN Jakarta, UIN Yogyakarta,
UIN Bandung, UIN Malang, IAIN Semarang, IAIN Surabaya dan IAIN Makasar.
MUlai
tahun ajaran / pelajaran 2007/2008 Departemen Agama RI. Mempunyai program baru,
yakni membuka Madrasah Aliyah negeri Insan Cendikia. Seolah Unggulan ini
menurut rencana dilaksanakan di dua kota, serpong dan Gorontalo.
[1] Drs.Murdan, M. Ag dan Asikin Nor, M. Ag, Memahami
Islam Melalui Berbagai Pendekatan (Bahan Ajar Mata kuliah Metodologi
Studi Islam Program Peningkatan Kualifikasi Akademik Guru Madrasah dan Guru
Agama Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Banjarmasin). Tahun 2008. Hal : 7
[2] Prof. Dr. H. Khoiruddin Nasution,MA. Pengantar
Studi Islam. Yogyakarta, Cetakan Pertama: 2009. Hal: 113
[3] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia, Lintas Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan (Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada, 1995), hlm. 21-22
0 komentar:
Post a Comment