Pages

Labels

Powered by Blogger.

Sunday, September 29, 2013

Studi Islam di Indonesia

  Pengertian Studi Islam
Studi Islam di dunia Barat dikenal dengan nama Islamic Studies dan di dunia Timur dikenal dengan sebutan Dirasah Islamiyah, secara sederhana dapat dikatakan sebagai usaha untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam. (Muhaimin: 1994: 11). M. Deden Ridwan – mengutip pendapatan Jacques Waardenburg- mengemukakan bahwa Studi Islam dapat pula diartikan suatu studi mengenai Islam sebagai agama dan tentang aspek-aspek keislaman dari kebudayaan masyarakat Muslim. (Deden : 2001 : 10).

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Studi Islam adalah pengkajian tentang ilmu-ilmu keislaman, adapun yang dimaksud ilmu-ilmu keislaman adalah pengkajian yang tidak hanya kepada aspek-aspek normative dan dogmatis, tetapi juga pengkajian yang menyangkut aspek sosiologis.[1]

Sistem Studi Islam Di Indonesia

Sistem studi Islam di Indonesia terbagi menjadi 4 bagian, yaitu:
1.      Sistem langgar
2.      Sistem pesantren
3.      Sistem pendidikan di kerajaan-kerajaan Islam
4.      Sistem klas[2]

Maksud pendidikan dengan system langgar adalah pendidikan yang dijalankan di langgar, atau surau, atau mesjid, atau di rumah guru. Kurikulumnyapun bersifat elementer, yakni mempelajari abjad huruf Arab. Dengan system ini dikelola oleh’alim, mudin, lebai. Mereka ini umumnya berfungsi sebagai guru agama atau sekaligus menjadi tukang baca do’a.[3] Di mesjid atau di langar mereka, guru dan murid-murid duduk bersila atau tanpa bangku. Umumnya kurikulum system langgar adalah pada tingkat awalnya hanya untuk menegnal huruf abjad Arab. Kemudian pada tingkat selanjutnya diajarkan lagu-lagu qasidah; berjanji, tajuwid, mengaji kitab  Farukunan.

Pengajaran dengan sistem langgar ini dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan cara sorongan, yakni seorang murid berhadapan secara langsung dengan guru, bersifat perorangan. Kedua, adalah dengan cara halaqah, yakni guru dikelilingi oleh murid-murid.

Adapun system pendidikan dengan pesantren atau dapat diindetikkan dengan huttab, dimana seorang kiyai mengajari santri dengan sarana mesjid sebagai tempat pengajaran / pendidikan, dan didukung oleh pondok sebagai tempat tinggal santri. Di pesantren juga berjalan dua cara yakni sorongan dan halaqah. Hanya saja sorongan di pesantren biasanya dengan cara si santri yang membaca kitab, sementara kiyai mendengar, sekaligus mengoreksi kalau ada kesalahan.

Sistem pengajaran berikutnya adalah pendidikan di kerajaan-kerajaan Islam, yang dimulai, pertama dari kerajaan Samudera Pasai di Aceh, kerajaan yang didirikan Malik Ibrahim bin Mahdun berdiri pada abad 10 M. Adapun materi yang di ajarkan di majlis Ta’lim dan halaqah di kerajaan pasai adalah fiqh mazhab al-shafi’i. Dari sisi kelembagaan adalah informal. Tokoh pemerintah merangkap tokoh agama dan biaya pendidikan pun juga bersumber dari negara.

Kedua, kerajaan Perlak di selat Malaka. Di kerajaan ini ada lembaga pendidikan berupa Majlis Ta’lim Tinggi yang dihadiri oleh murid khusus yang sudah alim dan mendalam ilmunya. Kitab yang dibaca pun kitab kualitas tinggi, al-Umm, kitab fiqh karangan imam al-Shafi’i.

Ketiga, kerajaan Aceh Darussalam (1511-1874 M), kerajaan yang berdiri 12 Zulkaedah 916 H (1511M), dan mengatakan perang terhadap buta huruf dan buta ilmu. Di kerajan ini ada lembaga-lembaga Negara yang berfungsi di bidang pendidikan, yakni:
1.      Balai Seutia Huhama. Lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpul ulama, ahli piker dan intelektual / cendikiawan membahasa ilmu pengetahuan.
2.      Balai Seutia Ulama. Jawatan pendidikan.
3.      Balai Jama’ah Himpunan Ulama.
a)      Meunasah (Madrasah), ada di setiap kampong.
b)      Rangkang (Tsanawiyah).
c)      Dayah, ada disetiap daerahUlebalang, dan setingkat Aliyah
d)     Dayah Teuku Cik, kira-kira sama dengan tinggkat pendidikan tinggi (PT).

Keempat, karajaan Demak, di mana di tempat-tempat ramai (central / pusat) didirikan mesjid untuk tempat belajar.

Kelima, kerajaan Islam Mataram (1575-1757), di mana hamper di setiap desa didirikan tempat belajar al-Qur’an. Demikian pula di daerah kabupaten didirikan pesantren.

Keenam, kerajaan Islam di Banjarmasin, Kalimantan, lahir ulama besar dan terkenal, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Setelah pulang dari Makkah untuk belajar, al-Banjari mendirikan pesantren di kampung Dalam Pagar. Sistem pendidikan adalah sama dengan sistem madrasah di Jawa.

Kemudian mulai akhir abad ke 19, perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, mulai lahir sekolah model Belanda; sekolah Eropa, sekolah Vernahuler. Sekolah Eropa khusus bagi ningrat Belanda, sekolah Vernahuler khusus bagi warga negara Belanda. DI samping itu ada sekolah pribumi yang mempunyai system yang sama dengan sekolah-sekolah Belanda tersebut, seperti sekolah taman siswa.

Kemudian dasawarsa kedua abad ke 20 muncul madrasah dan sekolah-sekolah model Belanda oleh organisasi Islam, seperti Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Jama’at al-Khair, dan lain-lain.

Tahun 1901 orang-orang Arab yang tinggal di Jakrta mendirikan madrasah, tetapi belum berhasil. Kemudian tahun 1905, dengan Jami’at al-Khoir berhasil mendirikan madrasah dengan kurikulum mengajarkan pengetahuan umum dan agama. Kemudian Mamba’u al-‘Ulum didirikan tahun 1906 oleh Susuhunan Pakubuwono, madrasah digabung dengan masjid. Kemudian sekolah Adabiyah oleh Abdullah Ahmad di Padang Panjang, berdiri tahun 1907, dan menggunakan system kelas secara konsisten. Berikutnya, Zainuddin Labai al-Junusi pada tahun 1915 membuka sekolah Guru Diniyah dengan sitem kelas dan menggunakan kurikulum mencakup pengetahuan umum, bahasa, matematika, sejarah dan ilmu bumi.

Kemudian pada tahun 1916, Nahdatul Ulama membuka madrasah salafiyah di Tebuereng, yang dalam kurikulumnya memasukkan pelajaran baca tulis huruf latin. Pada tahun 1923 ada empat (4) sekolah Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta, dan di Jakarta berdiri sekolah HIS (Hollands Inlands School).

Kemudian pada level perguruan tinggi dapat digambarkan, bahwa berdirinya perguruan tinggi Islam tidak dapat dilepaskan dari adanya keinginan umat Islam Indonesia untuk memiliki lembaga pendidikan tinggi Islam sejak jaman colonial. Untuk mewujudkan keinginan tersebut, pada bulan April 1945 diadakan pertemuan antara berbagai tokoh organisasi Islam, ulama dan cendikiawan. Dalam pertemuan itu dibentuklah panitia Perencanaan Sekolah Tinggi Islam yang diketuai oleh Drs. Moh. Hatta dengan anggota-anggota antara lain : KH. Mas Mansur, KH.A Muzakkir, KH. R.F. Kafrawi dan lain-lain. Setelah persiapan cukup, pada tanggal 8 Juli 1945 atu tanggal 27 Rajab 1364 H, bertepatan dengan hari Isra’ dan Mi’raj diadakan upacara pembukaan resmi Sekolah Tinggi Islam (STI) di Jakarta.

Setelah roklamasi dan ibu kota Republik Indonesia pindah ke Yogyakarta, STI juga hijrah ke kota tersebut dan berubah namanya menjadi Universitas Islam Indonesa (UII) dengan empat fakultas, yaitu : Agama, Hukum, Ekonomi, dan Pendidikan. Fakulatas Agama UII ini kemudian dibegerikan dan menjelma menjadi Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) yang diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun1950 dan pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan No. K/I/14641 Tahun 1951 (Agama) dan No. 28665/Kab. Tahun 1951 (pendidikan) tanggal 1-9-1951.

PTAIN membuka tiga jurusan, yaitu Jurusan Qadla, Tarbiyahdan Dakwah. Setelah PTAIN berjalan kira-kira sembilan tahun yang waktu itu Ketua Fakultasnya adalah Prof. Muhtar Yahya yang dirasakan tidak mungkin mempertahankan hanya satu fakultas. Dengan alasan, karena demikian luasnya ilmu pengetahuan keagamaa Islam. Maka pada tahun 1960 PTAIN dilebur dan digabungkan dengan Akademi DInas Ilmu Agama (ADIA) milik Departemen Agama yang didirikan di Jakarta dengan Penetapan Menteri Agama No. 1 tahun 1957. Penggabungan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) dengan peraturan presiden RI Nomor 11 tahun 1960 dan Penetapan Menteri Agama No. 43 tahun 1960 tentang penyelenggaraan IAIN. Maka IAIN al-Jami’ah al-Islamiyah al-Hukumiyah diresmikan berdirinya oleh Menteri Agama RI pada tanggal 2 Rabi’ul Awwal 1380 H bertepatan dengan tanggal 28 Agustus 1960 berdasarkan PP. No. 11 tahun 1960 tanggal 9 Mei 1960. IAIN tersebut merupakan penggabungan antara PTAIN di Yogyakarta dan ADIA di Jakarta.

Melihat perkembangan IAIN yang pesat yang ditandainya dengan banyaknya berdiri fakultas-fakultas cabang di daerah-daerah menunjukkan besarnya minat masuk IAIN. Kondisi ini melatarbelakangi didirikannya IAIN yang terpisah dari pusat. Dari sisi waktu berdirinya IAIN dapat digambarkan berikut:
1.      IAIN Ar-Raniry Banda Aceh tanggal 5 Oktober 1963
2.      IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta tanggal 5 Desember 1963
3.      IAIN Raden Fatah Palembang tanggal 22 Oktober 1964
4.      IAIN Antasari Kalimantan Selatan tanggal 22 Nopember 1964
5.      IAIN Sunan Ampel Surabaya tanggal 6 Juli 1965
6.      IAIN Alauddin Ujung Pandang tanggal 28 Oktober 1965
7.      IAIN Imam Bonjol Padang tanggal 21 Nopember 1966
8.      IAIN Sultan Taha Saefuddin Jambi tahun 1967

Kemudian yang dulunya fakultas-fakultas yang merupakan cabang, dipromosikan menjadi IAIN baru. Termasuk kategori ini adalah:
1.      IAIN Sunan Gunung Djati Bandung pada tanggal 28 Maret 1968
2.      IAIN Raden Intan Lampung pada tanggal 28 Oktober 1968
3.      IAIN Walisongo Semarang pada tanggal 1 April 1970
4.      IAIN Sumatera Utara di Medan pada tanggal 19 Nopember 1973

Di samping 14 IAIN tersebut di atas, sejak tahun 1997, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama RI. Dr. Tarmizi Taher, berdiri 36 STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) di daerah-daerah.
Kemudian sejak tahun 2002 ada perkembangan dan perubahan lagi di tubuh perguruan tinggi Islam, yakni sejumlah IAIN dan satu STAIN berubah menjadi UIN dan sejumlah STAIN berubah menjadi IAIN. IAIN dan STAIN yang berubah Menjadi UIN yaitu:
1.      IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.      IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
3.      STAIN Malang
4.      IAIN Gunung Djati Bandung
5.      IAIN Alauddin Makasar
6.      IAIN Sultas Syarif Qosim Pakanbaru.

Sementara STAIN yang berubah menjadi IAIN yaitu:
1.      STAIN Serang
2.      STAIN Mataram
3.      STAIN Ambon

Ketika Meteri Agama dijabat Munawwir Sdjali, ada dua program untuk meningkatkan pendidikan, yakni di tingkat SLTA dicetuskan program MAN-PK (Madrasah ALiyah Negeri Program Khusus), sementara untuk tingkat perguruan tinggi ada program Pembibitan Dosen.

Sementara Menag RI dijabat Maftuh Basuni, mulai tahun2007 disediakan beasswa bagi guru-guru di sekolah-sekolah yang ada di bawah Departemen Agama untuk mengambil program S2. Demikian pula bagi guru bidang studi matematika, kimia, fisika dan biologi disekolahkan ke UI, IPB, ITB, UPI, UGM,ITS dan UN Malang.
Sementara guru bahasa Arab dan agama akan disekolahkan ke UIN Jakarta, UIN Yogyakarta, UIN Bandung, UIN Malang, IAIN Semarang, IAIN Surabaya dan IAIN Makasar.

MUlai tahun ajaran / pelajaran 2007/2008 Departemen Agama RI. Mempunyai program baru, yakni membuka Madrasah Aliyah negeri Insan Cendikia. Seolah Unggulan ini menurut rencana dilaksanakan di dua kota, serpong dan Gorontalo.





[1]  Drs.Murdan, M. Ag dan Asikin Nor, M. Ag, Memahami Islam Melalui Berbagai Pendekatan (Bahan Ajar Mata kuliah Metodologi Studi Islam Program Peningkatan Kualifikasi Akademik Guru Madrasah dan Guru Agama Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Banjarmasin). Tahun 2008. Hal : 7
[2]  Prof. Dr. H. Khoiruddin Nasution,MA. Pengantar Studi Islam. Yogyakarta, Cetakan Pertama: 2009. Hal: 113
[3]  Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Lintas Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 1995), hlm. 21-22

0 komentar:

Post a Comment

 
X-Steel - Wait